Minggu, 20 November 2016

PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA



BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.   
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.

 Setiap orang akan melakukan berbagai jenis pekerjaan yang ada untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat dewasa ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi sektor-sektor industri baik formal maupun informal yang pertumbuhannya semakin pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang juga semakin canggih. Walaupun perkembangan teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang beragam bentuk dan jenisnya. Oleh karenanya perlu diadakan upaya untuk mengendalikan berbagai dampak negatif tersebut
Era globalisasi menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap tempat kerja, termasuk sektor informal. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari pekerja di berbagai sektor akan terpajan dengan resiko penyakit akibat kerja. resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, tergantung jenis pekerjaannya.
Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja.
Keselamatan pada suatu tempat kerja harus didukung oleh berbagai faktor seperti tempat kerja yang baik, tingkat kebisingan yang rendah, suasana kerja yang nyaman dan lain-lain. Selain itu perlengkapan keselamatan kerja pada sebuah tempat kerja hendaknya dipergunakan secara optimal untuk menghindari resiko kecelakaan. Untuk itu perlunya suatu program yang dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja khususnya bagi karyawan. Salah satu langkah tersebut adalah dengan melakukan observasi dan wawancara kesebuah tempat khususnya di bidang perbengkelan dan melihat secara langsung keadaan para pekerja dalam melakukan aktifitas di bidangnya. Sehingga program yang akan dibuat dapat sasuai dan cocok untuk industri tersebut.

B.     Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menilai penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di sektor informal khususnya perbengkelan.

C.     Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di sektor informal khususnya perbengkelan ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Gambaran Lokasi
Bengkel “Adi Jaya Motor” milik koko Jefran berada di Jalan Emmy Saelan Makassar Sulawesi Selatan. Bengkel tersebut 100 meter dari Jalan Alauddin Makassar. Bangunannya sederhana, yang memiliki peralatan suku cadang yang cukup lengkap, dengan ukuran 5 x 10 meter.

1.    Sejarah Pendirian
Usaha Koko Jefran keturunan dari cina ini bermula pada tahun 2004, beliau membuka usahanya bersama-sama dengan istrinya. Tahun-tahun awal dibukanya usaha bengkel ini di penuhi perjuangan bagi mereka berdua.
Bisnis Koko Jefran ini  dari tahun ketahun meningkat. Beliau membuka  bengkel ini setiap harinya mulai dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Bengkel ini setiap harinya menjual suku cadang dan melakukan service motor. Tempat usaha milik Koko ini memiliki Surat Izin Mendirikan Usaha.

2.    Jumlah tenaga kerja
Pekerja yang bekerja di bengkel ini terdiri dari 4 orang. Dan keempat-empatnya melakukan service motor.

3.    Proses produksi          
Dalam perbengkelan ini pekerja hanya melakukan service motor seperti menganti oli, tambal ban, mengisi angin, dan penjualan suku cadang,

B.     Tinjauan Umum
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Sedarmayanti, 1996). Ergonomi yaitu sebagai salah satu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan antara faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, dihindari kelelahan, dihindari gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecilkecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya. (Soedirman,1989).
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan; properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin; lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan; kualitas produk barang dan jasa.

C.     Tinjauan Khusus
Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010).
Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009). Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang  tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. ( Fatmawati, 2012).
Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010).
Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009).
Perbengkelan merupakan suatu tempat bekerja yang bergerak di bidang sector informal yang berlangsung tiap hari yang memiliki pekerja(ada yang tetap dan ada yang tidak) tergantung pada pemilik bengkel dalam mempekerjakan pekerjanya. Setiap harinya, para pekerja bengkel kebanyakan menggunakan sikap atau posisi jongkok yang terkadang membungkukkan bagian belakang badan yang memiliki dengan waktu yang terkadang lama sesuai pekerjaan motor yang ada karena setiap perbaikan atau perawatan motor bergantung pada kerusakan motor tersebut. Hampir seluruh pekerja bengkel juga tidak menggunakan atau memperhatikan alat pelindung diri selama bekerja. Hal ini dapat menimbulkan salah satu keecelakaan kerja apabila tidak memperhatikan hal-hal tersebut.
 

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pengetahuan mengenai K3 tentunya berbeda tiap individu yang bekerja khususnya pada sektor informal. Di bengkel ini pekerja kurang mengetahui mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja. pekerja tersebut mengetahui dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja ketika melakukan pekerjaannya namun lebih berpedoman melakukan sesuatu dengan hati-hati. Pekerja sadar akan resiko dan bahaya yang dapat timbul ketika bekerja.
Mereka sering mengalami kecelakaan dalam bekerja tetapi mereka menganggap hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dan tak perlu dikhawatirkan lagi. Mereka juga berfikir bahwa kecelakaan terjadi begitu saja atau tanpa terduga serta menganggap hal tersebut adalah takdir.

B.     Kondisi lingkungan kerja
Menurut Stewart and Stewart, Kondisi Kerja adalah serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja.
Pada dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya atau hazard di tempat kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi dan pengendalian. Pada kondisi lingkungan kerja bengkel tersebut dapat dikenali potensi hazard yang ada, yaitu:

1.        Potensi hazard lingkungan fisik
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Potensi hazard lingkungan fisik ini meliputi kebisingan. Nilai ambang batas untuk kebisingan adalah 85 dB  untuk 8 jam pemajanan, 90 dB untuk 4 jam pemajanan, 95 dB  untuk 2 jam pemajanan, dan seterusnya.
Sumber kebisingan yang ada terletak pada saaat pekerja menyalakan mesin motor yang mengakibatkan ruangan tersebut menjadi bising. Jenis kebisingan ini termasuk intermittent noise atau kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah.
Potensi bahaya juga timbul pada asap knalpot yang bertebaran sehingga berisiko mengenai mata atau terhirup melalui saluran pernafasan.

2.    Potensi hazard lingkungan fisiologis
Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Potensi hazard lingkungan fisiologis meliputi ergonomis. Pada saat melakukan service pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut pada posisi berdiri tanpa kursi terlebih di tambah dengan suara bising dari kendaraan. Posisi duduk dapat mengakibatkan sakit punggung karena terlihat pada posisi duduk pekerja tersebut membungkuk tanpa kursi.

3.  Potensi hazard lingkungan Kimia
Potensi bahaya kimia, yaitu  potesni bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan),ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh.
Potensi bahaya yang timbul pada saat melakukan penggantian oli dan tidak menggunakan sarung tangan kemudian terjadi ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan) dan terjadi kontaminasi pada jenis kimia tersebut (oli).

3. Penggunaan APD
Para pekerja yang beraktivitas dan melakukan pekerjaannya, tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam bentuk apapun.
Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya. Pada bidang bengkel ini, APD yang seharusnya digunakan yaitu :
a.                   Sarung tangan
Dengan menggunakan sarung tangan, pekerja bengkel dapat melindungi bagian tangan dari temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat,, bahan kimia, infeksi kulit.
b.                  Masker
Dengan pemakaian masker di mulut dan hidung akan terlindung dari debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).
c.                   Pakaian lengan panjang
Menggunakan pakean lengan panjang saat bekerja di bengkel sangat penting pada perlindungan diri yaitu dapat terlindung dari temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, penetrasi benda tajam (alat-alat bengkel).
d.                  Alat pelindung kaki
Pada alat pelindung kaki biasa yang digunakan ada pemakaian sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia (misalnya oli).

APD di atas dapat melindungi bagia-bagian tubuh pekerja untuk menimalisir kecelakaan kerja selama bekerja. Dan sebaiknya harus diterapkan pada pekerja yang bekerja di bengkel.
4.    Pencegahan/ pengendalian kecelakaan kerja
Dalam mencegah/ mengendalikan kecelakaan kerja, para pekerja tidak mempunyai program atau prosedur apapun, pekerja hanya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan bersikap hati-hati pada tiap aktivitasnya.

5.    Fasilitas kesehatan
Di bengkel ini tidak mempunyai fasilitas kesehatan. Jika terjadi kecelakaan, maka pekerja tersebut mengobati dirinya sendiri dengan membeli obat di apotik dan biaya pengobatan di tanggung oleh pemilik bengkel.
Para pekerja biasanya mengalami kecelakaan kerja seperti, tidak segaja memukul tangannya pada saat melakukan service motor.
Sebaiknya perlu ada fasilitas kesehatan meski usaha ini hanya bergerak di bidang sector informal. Penyediaan kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) saat terjadi kecelakaan kerja saat bekerja harusnya lebih diperhatikan oleh suatu pengusaha.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
  1. Di bengkel ini memiliki beberapa faktor resiko sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti kebisingan, asap, kimia dan ergonomi.
  2. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel ini belum terlaksana dengan baik.
  3. Pencegahan atau pengendalian kecelakaan kerja belum dilakukan dan hanya berdasar sikap hati-hati.
  4. Kesadaran untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja sangat kurang.

B. Saran
  1. Diharapkan bagi pemilik untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta prosedurnya bagi pekerja.
  2. Perhatian secara serius untuk mencegah posisi duduk yang tidak ergonomi yang nantinya akan membawa dampak yang kurang baik bagi pekerja.
  3. Kesadaran menggunakan alat pelindung diri perlu di tingkatkan serta penggunaannya  sesuai prosedur.




DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar