BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang
tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan
jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu
keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas
kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini
bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi
juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat
ini keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi
sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk
kegiatan pekerjaan.
Setiap orang akan melakukan berbagai jenis pekerjaan
yang ada untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan sebagai sumber
ekonomi masyarakat dewasa ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi
sektor-sektor industri baik formal maupun informal yang pertumbuhannya semakin
pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang juga semakin canggih. Walaupun
perkembangan teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan menimbulkan
dampak negatif terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang beragam bentuk dan
jenisnya. Oleh karenanya perlu diadakan upaya untuk mengendalikan berbagai
dampak negatif tersebut
Era
globalisasi menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap
tempat kerja, termasuk sektor informal. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari
pekerja di berbagai sektor akan terpajan dengan resiko penyakit akibat kerja.
resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat,
tergantung jenis pekerjaannya.
Sektor
informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan
dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di
Indonesia. Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara
sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki
standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja
di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang
diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya
kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja.
Keselamatan
pada suatu tempat kerja harus didukung oleh berbagai faktor seperti tempat
kerja yang baik, tingkat kebisingan yang rendah, suasana kerja yang nyaman
dan lain-lain. Selain itu perlengkapan keselamatan kerja pada sebuah tempat
kerja hendaknya dipergunakan secara optimal untuk menghindari resiko
kecelakaan. Untuk itu perlunya suatu program yang dapat meningkatkan kesehatan
dan keselamatan kerja khususnya bagi karyawan. Salah satu langkah tersebut
adalah dengan melakukan observasi dan wawancara kesebuah tempat
khususnya di bidang perbengkelan dan melihat secara langsung keadaan para
pekerja dalam melakukan aktifitas di bidangnya. Sehingga program yang akan
dibuat dapat sasuai dan cocok untuk industri tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menilai penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja di sektor informal khususnya perbengkelan.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di
sektor informal khususnya perbengkelan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Lokasi
Bengkel “Adi Jaya Motor” milik koko Jefran berada di Jalan
Emmy Saelan Makassar Sulawesi Selatan. Bengkel tersebut 100 meter dari Jalan
Alauddin Makassar. Bangunannya sederhana, yang memiliki peralatan suku cadang
yang cukup lengkap, dengan ukuran 5 x 10 meter.
1. Sejarah
Pendirian
Usaha Koko Jefran keturunan dari cina ini bermula pada tahun
2004, beliau membuka usahanya bersama-sama dengan istrinya. Tahun-tahun awal
dibukanya usaha bengkel ini di penuhi perjuangan bagi mereka berdua.
Bisnis Koko Jefran ini dari tahun ketahun meningkat.
Beliau membuka bengkel ini setiap harinya mulai dari jam 8 pagi sampai
jam 8 malam. Bengkel ini setiap harinya menjual suku cadang dan melakukan
service motor. Tempat usaha milik Koko ini memiliki Surat Izin Mendirikan
Usaha.
2. Jumlah tenaga
kerja
Pekerja yang bekerja di bengkel ini terdiri dari 4 orang.
Dan keempat-empatnya melakukan service motor.
3. Proses
produksi
Dalam perbengkelan ini pekerja hanya melakukan service motor
seperti menganti oli, tambal ban, mengisi angin, dan penjualan suku cadang,
B. Tinjauan
Umum
Keselamatan kerja atau Occupational
Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara
filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu
yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi
bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko”
tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan
dengan baik.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada
Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja tersebut.
Pencapaian
keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena
ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas
dan efisiensi kerja (Sedarmayanti, 1996). Ergonomi yaitu sebagai salah satu
ilmu yang berusaha untuk menyerasikan antara faktor manusia, faktor pekerjaan
dan faktor lingkungan. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa
nyaman dalam bekerja, dihindari kelelahan, dihindari gerakan dan upaya yang
tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecilkecilnya dengan
hasil yang sebesar-besarnya. (Soedirman,1989).
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi
bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang
berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit,
kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan
proses dan sistem kerja.
Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan
kerusakan dan kerugian kepada manusia yang bersifat langsung maupun tidak
langsung terhadap pekerjaan; properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin;
lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan;
kualitas produk barang dan jasa.
C. Tinjauan
Khusus
Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang
lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu
penopang perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia
sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke
sektor informal ( BPS, 2010).
Keberadaan sektor informal telah
membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah
pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang
masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban
dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah
standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah
keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009). Sektor informal adalah segala
jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat
pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja
yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau
lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan
informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke
jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya
lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar
sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. ( Fatmawati,
2012).
Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang
lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang
perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116
juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor
informal ( BPS, 2010).
Keberadaan sektor informal telah
membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah
pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang
masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban
dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah
standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah
keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009).
Perbengkelan
merupakan suatu tempat bekerja yang bergerak di bidang sector informal yang
berlangsung tiap hari yang memiliki pekerja(ada yang tetap dan ada yang tidak)
tergantung pada pemilik bengkel dalam mempekerjakan pekerjanya. Setiap harinya,
para pekerja bengkel kebanyakan menggunakan sikap atau posisi jongkok yang
terkadang membungkukkan bagian belakang badan yang memiliki dengan waktu yang
terkadang lama sesuai pekerjaan motor yang ada karena setiap perbaikan atau
perawatan motor bergantung pada kerusakan motor tersebut. Hampir seluruh
pekerja bengkel juga tidak menggunakan atau memperhatikan alat pelindung diri
selama bekerja. Hal ini dapat menimbulkan salah satu keecelakaan kerja apabila
tidak memperhatikan hal-hal tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengetahuan
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pengetahuan mengenai K3 tentunya berbeda tiap individu yang
bekerja khususnya pada sektor informal. Di bengkel ini pekerja kurang
mengetahui mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja. pekerja tersebut
mengetahui dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
ketika melakukan pekerjaannya namun lebih berpedoman melakukan sesuatu dengan
hati-hati. Pekerja sadar akan resiko dan bahaya yang dapat timbul ketika
bekerja.
Mereka sering mengalami kecelakaan dalam bekerja tetapi
mereka menganggap hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dan tak perlu
dikhawatirkan lagi. Mereka juga berfikir bahwa kecelakaan terjadi begitu saja
atau tanpa terduga serta menganggap hal tersebut adalah takdir.
B. Kondisi
lingkungan kerja
Menurut Stewart and Stewart, Kondisi Kerja
adalah serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan
yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan
tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan
mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi
segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja.
Pada dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya
atau hazard di tempat kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi dan
pengendalian. Pada kondisi lingkungan kerja bengkel tersebut dapat dikenali
potensi hazard yang ada, yaitu:
1.
Potensi hazard lingkungan fisik
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat
menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar,
misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas &
dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Potensi hazard
lingkungan fisik ini meliputi kebisingan. Nilai ambang batas untuk kebisingan
adalah 85 dB untuk 8 jam pemajanan, 90 dB untuk 4 jam pemajanan, 95
dB untuk 2 jam pemajanan, dan seterusnya.
Sumber kebisingan yang ada terletak pada saaat pekerja
menyalakan mesin motor yang mengakibatkan ruangan tersebut menjadi bising.
Jenis kebisingan ini termasuk intermittent noise atau kebisingan yang
terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah.
Potensi bahaya juga timbul pada asap knalpot yang bertebaran
sehingga berisiko mengenai mata atau terhirup melalui saluran pernafasan.
2. Potensi hazard
lingkungan fisiologis
Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal
atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai
dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta
peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan
kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja
ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Potensi hazard lingkungan fisiologis meliputi ergonomis.
Pada saat melakukan service pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut pada
posisi berdiri tanpa kursi terlebih di tambah dengan suara bising dari
kendaraan. Posisi duduk dapat mengakibatkan sakit punggung karena terlihat pada
posisi duduk pekerja tersebut membungkuk tanpa kursi.
3. Potensi hazard lingkungan
Kimia
Potensi bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui
pernafasan),ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin
contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan,
bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara
masuk ke dalam tubuh.
Potensi bahaya yang
timbul pada saat melakukan penggantian oli dan tidak menggunakan sarung tangan
kemudian terjadi ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan) dan terjadi
kontaminasi pada jenis kimia tersebut (oli).
3. Penggunaan APD
Para pekerja yang beraktivitas dan melakukan pekerjaannya,
tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam bentuk apapun.
Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang
berpotensi terkena resiko dari bahaya. Pada bidang bengkel ini, APD yang
seharusnya digunakan yaitu :
a.
Sarung tangan
Dengan menggunakan sarung tangan,
pekerja bengkel dapat melindungi bagian tangan dari temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat,, bahan kimia,
infeksi kulit.
b.
Masker
Dengan pemakaian masker di mulut dan
hidung akan terlindung dari debu, uap, gas,
kekurangan oksigen (oxygen defiency).
c.
Pakaian lengan panjang
Menggunakan pakean lengan panjang
saat bekerja di bengkel sangat penting pada perlindungan diri yaitu dapat
terlindung dari temperatur ekstrim, cuaca buruk,
cipratan bahan kimia atau logam cair, penetrasi benda tajam (alat-alat
bengkel).
d.
Alat pelindung kaki
Pada alat pelindung kaki biasa yang
digunakan ada pemakaian sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh,
cipratan bahan kimia (misalnya oli).
APD di
atas dapat melindungi bagia-bagian tubuh pekerja untuk menimalisir kecelakaan
kerja selama bekerja. Dan sebaiknya harus diterapkan pada pekerja yang bekerja
di bengkel.
4. Pencegahan/
pengendalian kecelakaan kerja
Dalam mencegah/ mengendalikan kecelakaan kerja, para pekerja
tidak mempunyai program atau prosedur apapun, pekerja hanya mencegah terjadinya
kecelakaan kerja dengan bersikap hati-hati pada tiap aktivitasnya.
5. Fasilitas kesehatan
Di bengkel ini tidak mempunyai fasilitas kesehatan. Jika
terjadi kecelakaan, maka pekerja tersebut mengobati dirinya sendiri dengan
membeli obat di apotik dan biaya pengobatan di tanggung oleh pemilik bengkel.
Para pekerja biasanya mengalami kecelakaan kerja seperti,
tidak segaja memukul tangannya pada saat melakukan service motor.
Sebaiknya perlu ada fasilitas kesehatan meski usaha ini hanya
bergerak di bidang sector informal. Penyediaan kotak P3K (pertolongan pertama
pada kecelakaan) saat terjadi kecelakaan kerja saat bekerja harusnya lebih
diperhatikan oleh suatu pengusaha.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Di
bengkel ini memiliki beberapa faktor resiko sehingga dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti kebisingan, asap, kimia dan ergonomi.
- Penerapan
kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel ini belum terlaksana dengan baik.
- Pencegahan
atau pengendalian kecelakaan kerja belum dilakukan dan hanya berdasar
sikap hati-hati.
- Kesadaran
untuk menggunakan alat pelindung diri saat bekerja sangat kurang.
B.
Saran
- Diharapkan
bagi pemilik untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang kesehatan
dan keselamatan kerja serta prosedurnya bagi pekerja.
- Perhatian
secara serius untuk mencegah posisi duduk yang tidak ergonomi yang
nantinya akan membawa dampak yang kurang baik bagi pekerja.
- Kesadaran
menggunakan alat pelindung diri perlu di tingkatkan serta
penggunaannya sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar