STUDI
KASUS MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN
JAUH JAWA BARAT
WAWASAN
IPTEK
Dosen pengajar :
Harvani Boky,SKM, M.Kes
Kelompok
III Bidang Minat Kesehatan dan Keselamatan Kerja Semester 5
1. Mira
L. Wurarah 14111101211 9.
Nicia Indira Mamusung 14111101215
2. Ika
Putri Andiani 14111101219 10.
Muhammad Supit 14111101282
3. Apriliani
Manabung 14111101220 11. Leyda Paninggiran 14111101283
4. Mega
Masengi 14111101244 12. Nurfitriany Palu 14111101286
5. Eka
Gloria Guit 14111101246 13. Seilatuw
Rani 14111101295
6. Zakaria
Waworuntuh 14111101247 14. Chintia Angkouw 14111101298
7. Putri
Kumayas 14111101269 15. Nona YBoyratan 14111101301
8. Yordan
Pandelaki 14111101302
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
SAM RATULANGI
MANADO
2016
KATA PENGANTAR
Pujidansyukur kami panjatkan kepada Tuhan
yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mitigasi
Bencana Longsor Lahandengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh” Makalah ini kami susun demi memenuhi salah
satu tugas mata kuliah WATEK.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut ambil bagian dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan,
bahasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun, khususnya dari
dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk
lebih baik lagi di tugas-tugas berikutnya.
Manado,
November 2016
Kelompok III
DAFTAR
ISI
|
Halaman
|
HALAMAN
JUDUL ………………………………………………………………....
|
i
|
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..
|
ii
|
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………….
|
iii
|
|
|
BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………………….
|
1
|
1.1 Latar Belakang
……………………………………………………………...
|
1
|
1.2 Rumusan Masalah
………………………………………………………......
|
1
|
1.3
Tujuan ………………………………………………………………………
|
1
|
|
|
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………………….
|
2
|
2.1
Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan Dengan Menggunakan Teknologi
Penginderaan Jauh.……………………………………………………………
|
2
|
2.2.
Mitigasi Bencana Longsor Lahan ……............................................................
|
5
|
2.3 Penginderaan Jauh
Untuk Mitigasi Bencana Longsorlahan ………………….
|
7
|
|
|
BAB III PENUTUP
………………………………………………………………......
|
11
|
3.1
Kesimpulan …………………………………………………………………...
|
11
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...
|
12
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Indonesia
terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng
Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan
antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat
Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa
Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi
lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan
patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi.
Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari
jumlah gunung api aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana
letusan gunung api dan gempa bumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai
sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan sumber berada di dasar laut
atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.
Jenis
tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung
api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir
dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada
perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi
mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas
tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan
dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.2.1 Apa saja yang dimaksud dengan bencana ?
1.2.2 Bagaimana hasil mitigasi bencana
longsor lahan dengan menggunakan teknologi penginderaann jauh di Jawa Barat?
1.3 TUJUAN
1.3.1
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan hasil mitigasi bencana longsor lahan dan ginderaan
jauh untuk mitigasi bencana longsorlahan di Jawa Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KAJIAN MITIGASI BENCANA
LONGSOR LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH JAWA BARAT.
Posisi
geografis Indonesia tepat berada di kawasan aktivitas tektonik yang berupa pergerakan
dan penunjaman Lempeng Benua Asia dan Lempeng Benua Australia. Selain itu,
Kepulauan Indonesia merupakan tempat pertemuan antara sirkulasi udara Hadley
dan sirkulasi udara Walker, yang secara klimatologis merupakan centre of
actiondari berbagai proses cuaca dan iklim, baik pada skala regional maupun
global.
Kondisi
tersebut menyebabkan sebagian besar pulau di Indonesia secara alamiah rawan
terhadap berbagai bencana, antara lain gempa bumi, kekeringan, banjir dan tanah
longsor, tsunami, gunung api, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Kondisi
alamiah tersebut semakin diperberat oleh adanya kerusakan lingkungan berupa
konversi lahan bervegetasi menjadi lahan budi daya atau bahkan menjadi lahan
tidak bervegetasi. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan peningkatan kerawanan dan
frekuensi kejadian bencana alam, salah satunya longsor lahan.
Terlepas
dari faktor alam atau manusia yang menjadi penyebab bencana, peranilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) hingga saat ini tampaknya masih belum optimal
sebagai salah satu sarana dalam upaya antisipasi dan mitigasi bencana. Karena
itu dalam makalah ini akan diuraikan mengenai mitigasi bencana tanah lonsor
dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
2.1.1. PENGERTIAN BENCANA
Bencana
adalah suatu proses alam atau bukan alam yang menyebabkan korban jiwa, harta,
dan mengganggu tatanan kehidupan. Longsor lahan merupakan bencana alam geologi
yang diakibatkan oleh gejala alami geologi maupun tindakan manusia dalam
mengelola lahan atau ruang hidupnya. Dampak dari bencana ini sangat merugikan,
baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi.
Menurut
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tanah longsor adalah
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses
terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan
menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang
berperan sebagaibidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan
di atasnya akanbergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Tanah
longsor terjadi karena oleh adanya gerakan tanah sebagai akibat daribergeraknya
masa tanah atau batuan yang bergerak di sepanjang lereng atau di luarlereng
karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah
miring melebihi kekuatan memecah ke samping yang mempertahankan tanah-tanah
tersebut pada posisinya. Kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi
lebih berat, yang meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah ke
sampingnya. Dengan kondisi-kondisi ini curah hujan yang lebat atau banjir lebih
mungkin terjadi tanah longsor.
Longsor
lahan disebabkan oleh 3 faktor penyebab utama :
1. Faktor
dakhil (inherent factor), penyebab longsor lahan meliputi kedalamanpelapukan
batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal solumtanah,
tekstur tanah dan permeabilitas tanah.
2. Faktor
luar dari suatu medan, penyebab longsor lahan adalah kemiringanlereng,
banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan, dan penggunaan lahan.
3. Faktor
pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dangempa bumi.
Penyebabnya
lereng terjal akibat patahan atau lipatan, lahan basah, tanahpelapukan yang
tebat dan lembek, pemotongan lereng, jenuh karena air hujan,bocornya saluran
air, perubahan lahan menjadi lahan basah, serta adanya hujan selama 2 hari atau
lebih berturut-turut.
Daerah rawan longsor lahan
diantaranya : daerah dengan batuan lepas, batulempung, tanah tebal, lereng
curam Daerah rawan longsor lahan ini memenjangmenyusuri patahan besar Sumatera,
daerah Pegunungan di Pulau Jawa, Bali, Flores,Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, dan Pegunungan Jaya Wijaya di Papua.
Daerah
rentan longsor di Jawa Barat meliputi Sumedang, Garut, Cianjur,Tasikmalaya,
Bogor, Sukabumi, dan Bandung.Terjadinya longsor lahan dapat di lihat dari
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Curah
hujan tinggi
2. Hujan
berlangsung lama.
3. Munculnya
retakan-retakan pada tanah di lereng atas seperti pada tiang listrik, pohon
menjadi miring.
4. Lereng-lereng
pegunungan yang telah lapuk (weatheringprocess).
5. Bahan
lapukan tesebut termasuk tanah berwarna merah (oxisol).
6. Ada
perubahan bobot massa baik oleh pergantian musim atau karena lahan miring
tersebut dijadikan persawahan.
7. Ada
perbedaan kelunakan permukaan lahan dan dasar lahan.
8. Adanya
gravitasi bumi yang tergantung pada besarnya lereng adalah kritis jika lereng
lebih dari 100%.
9. Perubahan
hambat geser, misalnya tanah kering hambat gesernya lebih besar dibandingkan
dengan tanah basah.
Tindakan-tindakan
manusia yang dapat menyebabkan longsor lahan.
1. Tindakan-tindakan
manusia yang dapat menyebabkan longsor iahan antara lain ;
2. Menebang
pohon di lereng pegunungan.
3. Mencetak
sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekatpemukiman.
4. Mendirikan
pemukiman di daerah tebing yang terjal.
5. Melakukan
penggalian di bawah tebing yang terjal.
6. Mendirikan
pemuklman di bawah tebing yang terjalAda enam jenis tanah longsor, yakni:
longsoran translasi, longsoran rotasi,pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan
tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenislongsoran translasi dan rotasi paling
banyak terjadi di Indonesia. Sedangkanlongsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsoran
translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidanggelincir
berbentuk rata atau menggelombang landau.
2. Longsoran
rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincirberbentuk
cekung.
3. Pergerakan
blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincirberbentuk
rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan
batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak kebawah
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal
hinggameng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh
dapatmenyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan
tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnyaberupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat
dikenali.Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6. Aliran
bahan rombakan, jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak
didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume
dantekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai
ribuanmeter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah
ini dapatmenelan korban cukup banyak.
2.2.
MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN
Mitigasi
bencana longsor lahan adalah suatu usaha memperkecil jatuhnya korbanmanusia dan
atau kerugian harta benda akibat peristiwa atau rangkaian peristiwa yangdi
sebabkan oleh alam, manusia, dan oleh keduanya yang mengakibatkan
jatuhnyakorban, penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan
prasaranadan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan
danpenghidupan masyarakat.
Mitigasi
longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut.
Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat
penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui
prediksicuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.
Mitigasi
bencana meliputi sebelum, saat terjadi dan sesudah terjadi bencana.
1. Sebelum
bencana antara lain peringatan dini (early warning system) secaraoptimal dan
terus menerus pada masyarakat.
a) Mendatangi
daerah rawan longsor lahan berdasarkan petakerentanannya.
b) Memberi
tanda khusus pada daerah rawan longsor lahan.
c) Manfaatkan
peta-peta kajian tanah longsor secepatnya.
d) Permukiman
sebaiknya menjauhi tebing.
e) Tidak
melakukan pemotongan lereng.
f) Melakukan
reboisasi pada hutan yang pada saat ini dalam kedaangundul, menanam pohon-pohon
penyangga, melakukan panghijauanpada lahan-lahan terbuka.
g) Membuat
terasering atau sengkedan pada lahan yang memilikikemiringan yang relatif
curam.
h) Membatasi
lahan untuk pertanian
i)
Membuat saluran pembuangan air menurut
kontur tanah
j)
Menggunakan teknik penanaman dengan
sistem kontur tanah
k) Waspada
gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama dimusim hujan.
2. Saat
bencana antara lain bagaimana menyelamatkan diri dan kearah mana. iniharus
diketahui oleh masyarakat.
3. Sesudah
bencana antara lain pemulihan (recovery) dan masyarakat harusdilibatkan.
a) Penyelamatan
korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
b) Penyelamatan
harta benda yang mungkin masih dapat di selamatkan,
c) Menyiapkan
tempat-tempat penampungan sementara bagian parapengungsi seperti tenda-tenda
darurat
d) Menyediakan
dapur-dapur umum
e) Menyediakan
air bersih, sarana kesehatan
f) Memberikan
dorongan semangat bagi para korban bencana agar parakorban tersebut tidak
frustasi dan Iain-lain.
g) Koordinasi
dengan aparat secepatnya
Adapun
tahapan mitigasi bencana tanah longsor, yaitu pemetaan,
penyelidikan,pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi.
1. Pemetaan
Menyajikan informasi
visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi disuatu wilayah, sebagai
masukan kepada masyarakat dan atau pemerintahkabupaten/kota dan provinsi
sebagai data dasar untuk melakukan pembangunanwilayah agar terhindar dari
bencana.
2. Penyelidikan
Mempelajari penyebab
dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakandalam perencanaan
penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
3. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan
pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan
cara penaggulangannya.
4. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di
daerah rawan bencana, pada daerah strategis secaraekonomi dan jasa, agar
diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna danmasyarakat yang
bertempat tinggal di daerah tersebut.
5. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kotaatau masyarakat umum, tentang bencana alam
tanah longsor. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, berita,
poster, booklet, dan leaflet atau dapat jugasecara langsung kepada aparat
pemerintah.
2.3.
PENGINDERAAN JAUH UNTUK MITIGASI BENCANA LONGSORLAHAN
Peran
iptek, khususnya penginderaan jauh, sebenarnya sangat besar untuk
mengantisipasi dan mitigasi bencana alam. Pada bencana tanah longsor dan
banjir,misalnya, berupa peta beberapa daerah yang berpotensi longsor.
Dengan
bantuan citra penginderaan jauh dapat dibuat pemetaan faktor-faktor
yangmempengaruhi longsor lahan seperti peta perubahan penggunaan lahan, peta
geologi, petakondisi cuaca (keawanan dan prakiraan hujan). Lillesand dan Kiefer
(1994) mengemukakan bahwa penginderaan jauh adalahilmu dan seni memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melaluianalisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,daerah atau
fenomena yang dikaji. Sistem perolehan data dalam penginderaan jauh terdiri
atas ; (1) tenaga, (2) obyek atau benda, (3) proses, dan (4) keluaran. Tenaga
yang palingbanyak digunakan adalah tenaga elektromagnetik yang bersumber dari
tenaga mataharidan dari pancaran obyek di permukaan bumi. Data yang didapat
adalah hasil perekamankenampakan di bumi yang disebut dengan citra.
Citra
satelit, seperti citra NOAA dan GMS dapat mendeteksi sebaran awan danpeluang
hujan, prediksi hujan, deteksi terjadinya titik panas dan sebaran asap
kebakaran,tingkat kekeringan/kehijauan lahan, dan lain-lain. Selain kondisi
lingkungan yang rentangerakan tanah dan penutup lahan yang berubah, faktor
cuaca yang berpeluang menghasilkan hujan hingga saat bencana banjir longsor.
Pada pasca bencana, citra satelit akan membantu upaya rehabilitasi atau
pemulihan kondisi lingkungan dan penataan ruang daerah bencana.
Dengan
berkembangnya sistem satelit penginderaan jauh, peta geologi dapat dihasilkan
melalui data Landsat TM/SPOT dengan jangkauan pengamatan yang lebih luas
dibandingkan dengan data hasil potret udara. Citra yang berasal dari
sensormultispectral (Landsat TM dan SPOT) dan hyperspectral dapat memberikan
informasi mengenai jenis batuan bumi.
Pemanfaatan
data satelit khususnya untuk aplikasi data satelit untuk bencana geologi
dihadapkan pada masalah pemilihan jenis data dan metode pengolahannya.Kebutuhan
data dengan resolusi tinggi (spasial, spektral, temporal) perlu dikombinasikan
menjadi suatu aplikasi komplementer, sehingga keunggulan masing-masing data
dapat dimanfaatkan. Khusus dalam aplikasi data ASTER, hingga saat ini telah
banyak dilakukan riset untuk menyusun model pengolahan data bagi aplikasi
bencana geologi. Namun untuk penerapannya di Indonesia perlu dilakukan riset
dengan cara mengkaji karakteristik banda yang berhubungan dengan bencana
geologi sehinga dapat disusun model pengolahan datanya untuk tujuan operasional.
Sementara itu data ALOS adalah jenis data satelit yang masih relatif baru
karena satelit ALOS diluncurkan pada bulan Januari 2006 sehingga pemanfaatan
datanya belum banyak dikaji secara intensif.
Sistem
Informasi Manajemen dan Mitigasi Bencana (SIM MB) adalah implementasi teknologi
informasi bagi pengelolaan sumber daya untuk mengelola bencana dengan sasaran
tersedianya informasi secara efisien, efektif, lengkap, danterpadu sesuai
kepentingan pengambilan keputusan pada tingkat nasional, provinsi, dankecamatan.
Iptek
penginderaan jauh yang tersedia pada berbagai skala informasi (sesuai dengan
jenis data yang digunakan) dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut karena
karakteristik utamanya antara lain menyediakan informasi untuk daerah yang
cukup luas sekaligus cepat, dan up to date.
Mengingat
luasnya materi yang harus dikelola SIM MB, maka perlu ditetapkanbatasan
tertentu yang dapat dilihat dan beberapa aspek, seperti jenis
bencana,pengembangan sistem pemetaan rawan bencana dan prediksi bencana,
pemantauan keadaan sebelum dan saat bencana, prediksi iklim sebelum bencana dan
pemantauancuaca saat bencana, penerimaan dan penyaluran bantuan, serta
rehabilitasi dan rekonstruksi
Penahapan
dalam pembuatan basis data dapat dilakukan dengan pemilihan lokasi-lokasi strategis
dan prioritas terlebih dahulu baru kemudian dilengkapi untuk seluruhwilayah
kabupaten. Hasil-hasil pengamatan dalam kaitannya dengan bencana telah
cukupbanyak, namun saat ini ada di berbagai lembaga.
Platform
teknologi informasi yang berbasis Internet/intranet dan web-sehinggarelatif
efektif dan murah-dapat diaplikasikan pada jaringan komputer
poskopenanggulangan bencana pemda kabupaten. Selanjutnya, jaringan dapat
ditingkatkansampai ke unit operasional penanggulangan bencana tingkat
kecamatan. Penahapandilakukan berdasarkan ketersediaan dana. Jika teknologi ini
tidak tersedia, harus dicarialternatif lainnya, misalnya dengan mesin
faksimile, radio, dan sebagainya.
Selain
dukungan sistem informasi, agar manajemen mitigasi bencana dapatdilaksanakan
dengan efektif dan efisien, diperlukan pula dukungan kelembagaan berupa
jaringan komunikasi kerja dan distribusi tugas maupun kewenangan sesuai
dengankompetensi masing-masing.
Pada
akhirnya, semua upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencanalongsor tidak akan
dapat berjalan dengan efektif jika mengabaikan komponen masyarakatsebagai
subjek maupun obyek bencana. Maka, pemberdayaan masyarakat dengan cara
pembekalan pengetahuan tentang karakteristik dari bencana longsor sehingga
merekamampu mengenali ancaman bahaya alam di sekitarnya sangat diperlukan.
Pemetaan
rawan longsor telah dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi untuk pulau Jawa, tetapi perlu dilakukan updating terhadap peta yang
dihasilkan karena kemungkinan adanya perubahan kondisi biofisik lahan.Updating
dapat dilakukan berdasarkan survei lapangan yang diharapkan memberikanhasil
yang sangat teliti. Namun hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang cukup
besar.Selain itu pengamatan lapangan tidak selalu dapat menjangkau seluruh daerah
yang akan dipetakan misalnya daerah dengan kondisi wilayah yang sulit
dijangkau. Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan
memanfaatkan data inderaja.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sebagai
penutup, untuk mengantisipasi bencana longsor yang mungkin terjadi maka
mitigasi bencana longsor diperlukan salah satunya dengan pemetaan
daerah-daerahyang rawan longsor dengan memanfaatkan teknologi penginderaan
jauh. Selain itu, kewaspadaan juga perlu ditingkatkan, mengingat bahwa pada
bulan Desember hingga Februari peluang terjadinya cuaca ekstrem akibat depresi
atau badai tropis di belahan bumi selatan akan meningkat sehingga peluang
bencana di Jawa, Bali, dan NusaTenggara juga meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/4493377/KAJIAN_MITIGASI_BENCANA_LONGSOR_LAHAN_DENGAN_MENGGUNAKAN_TEKNOLOGI_PENGINDERAAN_JAUH, Diakses pada tanggal 07 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar