Senin, 21 November 2016

STUDI KASUS MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH JAWA BARAT


STUDI KASUS MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH JAWA BARAT

WAWASAN IPTEK
Dosen pengajar :
Harvani Boky,SKM, M.Kes

Kelompok III Bidang Minat Kesehatan dan Keselamatan Kerja Semester 5

1.      Mira L. Wurarah              14111101211              9. Nicia Indira Mamusung      14111101215
2.      Ika Putri Andiani              14111101219              10. Muhammad Supit             14111101282
3.      Apriliani Manabung          14111101220              11. Leyda Paninggiran            14111101283
4.      Mega Masengi                   14111101244              12.  Nurfitriany Palu               14111101286
5.      Eka Gloria Guit                 14111101246              13.  Seilatuw Rani                   14111101295
6.      Zakaria Waworuntuh        14111101247              14. Chintia  Angkouw                        14111101298
7.      Putri Kumayas                  14111101269              15. Nona YBoyratan               14111101301
8.      Yordan Pandelaki             14111101302


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016   

KATA PENGANTAR
Pujidansyukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,  karena atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Mitigasi Bencana Longsor Lahandengan Menggunakan Teknologi Penginderaan JauhMakalah ini kami susun demi memenuhi salah satu tugas mata kuliah WATEK.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut ambil bagian dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun,  khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik lagi di tugas-tugas berikutnya.
           

                                                                                                Manado,  November 2016
                                                                                                                       
Kelompok III







DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………....
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….
iii


BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………...
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………......
1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………
1


BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………….
2
2.1 Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan Dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh.……………………………………………………………
2
2.2. Mitigasi Bencana Longsor Lahan ……............................................................
5
2.3 Penginderaan Jauh Untuk Mitigasi Bencana Longsorlahan ………………….
7


BAB III PENUTUP ………………………………………………………………......
11
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………...
11


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...
12








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunung api aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.2.1  Apa saja yang dimaksud dengan bencana ?
1.2.2  Bagaimana hasil mitigasi bencana longsor lahan dengan menggunakan teknologi penginderaann jauh di Jawa Barat?

1.3  TUJUAN
1.3.1     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan  hasil mitigasi bencana longsor lahan dan ginderaan jauh untuk mitigasi bencana longsorlahan di Jawa Barat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KAJIAN MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH JAWA BARAT.
Posisi geografis Indonesia tepat berada di kawasan aktivitas tektonik yang berupa pergerakan dan penunjaman Lempeng Benua Asia dan Lempeng Benua Australia. Selain itu, Kepulauan Indonesia merupakan tempat pertemuan antara sirkulasi udara Hadley dan sirkulasi udara Walker, yang secara klimatologis merupakan centre of actiondari berbagai proses cuaca dan iklim, baik pada skala regional maupun global.
Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar pulau di Indonesia secara alamiah rawan terhadap berbagai bencana, antara lain gempa bumi, kekeringan, banjir dan tanah longsor, tsunami, gunung api, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Kondisi alamiah tersebut semakin diperberat oleh adanya kerusakan lingkungan berupa konversi lahan bervegetasi menjadi lahan budi daya atau bahkan menjadi lahan tidak bervegetasi. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan peningkatan kerawanan dan frekuensi kejadian bencana alam, salah satunya longsor lahan.
Terlepas dari faktor alam atau manusia yang menjadi penyebab bencana, peranilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) hingga saat ini tampaknya masih belum optimal sebagai salah satu sarana dalam upaya antisipasi dan mitigasi bencana. Karena itu dalam makalah ini akan diuraikan mengenai mitigasi bencana tanah lonsor dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
2.1.1. PENGERTIAN BENCANA
Bencana adalah suatu proses alam atau bukan alam yang menyebabkan korban jiwa, harta, dan mengganggu tatanan kehidupan. Longsor lahan merupakan bencana alam geologi yang diakibatkan oleh gejala alami geologi maupun tindakan manusia dalam mengelola lahan atau ruang hidupnya. Dampak dari bencana ini sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi.
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagaibidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akanbergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Tanah longsor terjadi karena oleh adanya gerakan tanah sebagai akibat daribergeraknya masa tanah atau batuan yang bergerak di sepanjang lereng atau di luarlereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, yang meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah ke sampingnya. Dengan kondisi-kondisi ini curah hujan yang lebat atau banjir lebih mungkin terjadi tanah longsor.
Longsor lahan disebabkan oleh 3 faktor penyebab utama :
1.      Faktor dakhil (inherent factor), penyebab longsor lahan meliputi kedalamanpelapukan batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal solumtanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.
2.      Faktor luar dari suatu medan, penyebab longsor lahan adalah kemiringanlereng, banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan, dan penggunaan lahan.
3.      Faktor pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dangempa bumi.
Penyebabnya lereng terjal akibat patahan atau lipatan, lahan basah, tanahpelapukan yang tebat dan lembek, pemotongan lereng, jenuh karena air hujan,bocornya saluran air, perubahan lahan menjadi lahan basah, serta adanya hujan selama 2 hari atau lebih berturut-turut.
            Daerah rawan longsor lahan diantaranya : daerah dengan batuan lepas, batulempung, tanah tebal, lereng curam Daerah rawan longsor lahan ini memenjangmenyusuri patahan besar Sumatera, daerah Pegunungan di Pulau Jawa, Bali, Flores,Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Pegunungan Jaya Wijaya di Papua.
Daerah rentan longsor di Jawa Barat meliputi Sumedang, Garut, Cianjur,Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi, dan Bandung.Terjadinya longsor lahan dapat di lihat dari gejala-gejala sebagai berikut :
1.      Curah hujan tinggi
2.      Hujan berlangsung lama.
3.      Munculnya retakan-retakan pada tanah di lereng atas seperti pada tiang listrik, pohon menjadi miring.
4.      Lereng-lereng pegunungan yang telah lapuk (weatheringprocess).
5.      Bahan lapukan tesebut termasuk tanah berwarna merah (oxisol).
6.      Ada perubahan bobot massa baik oleh pergantian musim atau karena lahan miring tersebut dijadikan persawahan.
7.      Ada perbedaan kelunakan permukaan lahan dan dasar lahan.
8.      Adanya gravitasi bumi yang tergantung pada besarnya lereng adalah kritis jika lereng lebih dari 100%.
9.      Perubahan hambat geser, misalnya tanah kering hambat gesernya lebih besar dibandingkan dengan tanah basah.
Tindakan-tindakan manusia yang dapat menyebabkan longsor lahan.
1.      Tindakan-tindakan manusia yang dapat menyebabkan longsor iahan antara lain ;
2.      Menebang pohon di lereng pegunungan.
3.      Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekatpemukiman.
4.      Mendirikan pemukiman di daerah tebing yang terjal.
5.      Melakukan penggalian di bawah tebing yang terjal.
6.      Mendirikan pemuklman di bawah tebing yang terjalAda enam jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenislongsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkanlongsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1.      Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidanggelincir berbentuk rata atau menggelombang landau.
2.      Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincirberbentuk cekung.
3.      Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincirberbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4.      Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak kebawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hinggameng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapatmenyebabkan kerusakan yang parah.
5.      Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnyaberupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6.      Aliran bahan rombakan, jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dantekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuanmeter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapatmenelan korban cukup banyak.
2.2. MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN
Mitigasi bencana longsor lahan adalah suatu usaha memperkecil jatuhnya korbanmanusia dan atau kerugian harta benda akibat peristiwa atau rangkaian peristiwa yangdi sebabkan oleh alam, manusia, dan oleh keduanya yang mengakibatkan jatuhnyakorban, penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasaranadan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan danpenghidupan masyarakat.
Mitigasi longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut. Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksicuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.
Mitigasi bencana meliputi sebelum, saat terjadi dan sesudah terjadi bencana.
1.      Sebelum bencana antara lain peringatan dini (early warning system) secaraoptimal dan terus menerus pada masyarakat.
a)      Mendatangi daerah rawan longsor lahan berdasarkan petakerentanannya.
b)      Memberi tanda khusus pada daerah rawan longsor lahan.
c)      Manfaatkan peta-peta kajian tanah longsor secepatnya.
d)     Permukiman sebaiknya menjauhi tebing.
e)      Tidak melakukan pemotongan lereng.
f)       Melakukan reboisasi pada hutan yang pada saat ini dalam kedaangundul, menanam pohon-pohon penyangga, melakukan panghijauanpada lahan-lahan terbuka.
g)      Membuat terasering atau sengkedan pada lahan yang memilikikemiringan yang relatif curam.
h)      Membatasi lahan untuk pertanian
i)        Membuat saluran pembuangan air menurut kontur tanah
j)        Menggunakan teknik penanaman dengan sistem kontur tanah
k)      Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama dimusim hujan.
2.      Saat bencana antara lain bagaimana menyelamatkan diri dan kearah mana. iniharus diketahui oleh masyarakat.
3.      Sesudah bencana antara lain pemulihan (recovery) dan masyarakat harusdilibatkan.
a)      Penyelamatan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
b)      Penyelamatan harta benda yang mungkin masih dapat di selamatkan,
c)      Menyiapkan tempat-tempat penampungan sementara bagian parapengungsi seperti tenda-tenda darurat
d)     Menyediakan dapur-dapur umum
e)      Menyediakan air bersih, sarana kesehatan
f)       Memberikan dorongan semangat bagi para korban bencana agar parakorban tersebut tidak frustasi dan Iain-lain.
g)      Koordinasi dengan aparat secepatnya
Adapun tahapan mitigasi bencana tanah longsor, yaitu pemetaan, penyelidikan,pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi.
1.      Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi disuatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintahkabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunanwilayah agar terhindar dari bencana.
2.      Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakandalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
3.      Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
4.      Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secaraekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna danmasyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
5.      Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kotaatau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, berita, poster, booklet, dan leaflet atau dapat jugasecara langsung kepada aparat pemerintah.
2.3. PENGINDERAAN JAUH UNTUK MITIGASI BENCANA LONGSORLAHAN
Peran iptek, khususnya penginderaan jauh, sebenarnya sangat besar untuk mengantisipasi dan mitigasi bencana alam. Pada bencana tanah longsor dan banjir,misalnya, berupa peta beberapa daerah yang berpotensi longsor.
Dengan bantuan citra penginderaan jauh dapat dibuat pemetaan faktor-faktor yangmempengaruhi longsor lahan seperti peta perubahan penggunaan lahan, peta geologi, petakondisi cuaca (keawanan dan prakiraan hujan). Lillesand dan Kiefer (1994) mengemukakan bahwa penginderaan jauh adalahilmu dan seni memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melaluianalisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,daerah atau fenomena yang dikaji. Sistem perolehan data dalam penginderaan jauh terdiri atas ; (1) tenaga, (2) obyek atau benda, (3) proses, dan (4) keluaran. Tenaga yang palingbanyak digunakan adalah tenaga elektromagnetik yang bersumber dari tenaga mataharidan dari pancaran obyek di permukaan bumi. Data yang didapat adalah hasil perekamankenampakan di bumi yang disebut dengan citra.
Citra satelit, seperti citra NOAA dan GMS dapat mendeteksi sebaran awan danpeluang hujan, prediksi hujan, deteksi terjadinya titik panas dan sebaran asap kebakaran,tingkat kekeringan/kehijauan lahan, dan lain-lain. Selain kondisi lingkungan yang rentangerakan tanah dan penutup lahan yang berubah, faktor cuaca yang berpeluang menghasilkan hujan hingga saat bencana banjir longsor. Pada pasca bencana, citra satelit akan membantu upaya rehabilitasi atau pemulihan kondisi lingkungan dan penataan ruang daerah bencana.
Dengan berkembangnya sistem satelit penginderaan jauh, peta geologi dapat dihasilkan melalui data Landsat TM/SPOT dengan jangkauan pengamatan yang lebih luas dibandingkan dengan data hasil potret udara. Citra yang berasal dari sensormultispectral (Landsat TM dan SPOT) dan hyperspectral dapat memberikan informasi mengenai jenis batuan bumi.
Pemanfaatan data satelit khususnya untuk aplikasi data satelit untuk bencana geologi dihadapkan pada masalah pemilihan jenis data dan metode pengolahannya.Kebutuhan data dengan resolusi tinggi (spasial, spektral, temporal) perlu dikombinasikan menjadi suatu aplikasi komplementer, sehingga keunggulan masing-masing data dapat dimanfaatkan. Khusus dalam aplikasi data ASTER, hingga saat ini telah banyak dilakukan riset untuk menyusun model pengolahan data bagi aplikasi bencana geologi. Namun untuk penerapannya di Indonesia perlu dilakukan riset dengan cara mengkaji karakteristik banda yang berhubungan dengan bencana geologi sehinga dapat disusun model pengolahan datanya untuk tujuan operasional. Sementara itu data ALOS adalah jenis data satelit yang masih relatif baru karena satelit ALOS diluncurkan pada bulan Januari 2006 sehingga pemanfaatan datanya belum banyak dikaji secara intensif.
Sistem Informasi Manajemen dan Mitigasi Bencana (SIM MB) adalah implementasi teknologi informasi bagi pengelolaan sumber daya untuk mengelola bencana dengan sasaran tersedianya informasi secara efisien, efektif, lengkap, danterpadu sesuai kepentingan pengambilan keputusan pada tingkat nasional, provinsi, dankecamatan.
Iptek penginderaan jauh yang tersedia pada berbagai skala informasi (sesuai dengan jenis data yang digunakan) dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut karena karakteristik utamanya antara lain menyediakan informasi untuk daerah yang cukup luas sekaligus cepat, dan up to date.
Mengingat luasnya materi yang harus dikelola SIM MB, maka perlu ditetapkanbatasan tertentu yang dapat dilihat dan beberapa aspek, seperti jenis bencana,pengembangan sistem pemetaan rawan bencana dan prediksi bencana, pemantauan keadaan sebelum dan saat bencana, prediksi iklim sebelum bencana dan pemantauancuaca saat bencana, penerimaan dan penyaluran bantuan, serta rehabilitasi dan rekonstruksi
Penahapan dalam pembuatan basis data dapat dilakukan dengan pemilihan lokasi-lokasi strategis dan prioritas terlebih dahulu baru kemudian dilengkapi untuk seluruhwilayah kabupaten. Hasil-hasil pengamatan dalam kaitannya dengan bencana telah cukupbanyak, namun saat ini ada di berbagai lembaga.
Platform teknologi informasi yang berbasis Internet/intranet dan web-sehinggarelatif efektif dan murah-dapat diaplikasikan pada jaringan komputer poskopenanggulangan bencana pemda kabupaten. Selanjutnya, jaringan dapat ditingkatkansampai ke unit operasional penanggulangan bencana tingkat kecamatan. Penahapandilakukan berdasarkan ketersediaan dana. Jika teknologi ini tidak tersedia, harus dicarialternatif lainnya, misalnya dengan mesin faksimile, radio, dan sebagainya.
Selain dukungan sistem informasi, agar manajemen mitigasi bencana dapatdilaksanakan dengan efektif dan efisien, diperlukan pula dukungan kelembagaan berupa jaringan komunikasi kerja dan distribusi tugas maupun kewenangan sesuai dengankompetensi masing-masing.
Pada akhirnya, semua upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencanalongsor tidak akan dapat berjalan dengan efektif jika mengabaikan komponen masyarakatsebagai subjek maupun obyek bencana. Maka, pemberdayaan masyarakat dengan cara pembekalan pengetahuan tentang karakteristik dari bencana longsor sehingga merekamampu mengenali ancaman bahaya alam di sekitarnya sangat diperlukan.
Pemetaan rawan longsor telah dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk pulau Jawa, tetapi perlu dilakukan updating terhadap peta yang dihasilkan karena kemungkinan adanya perubahan kondisi biofisik lahan.Updating dapat dilakukan berdasarkan survei lapangan yang diharapkan memberikanhasil yang sangat teliti. Namun hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang cukup besar.Selain itu pengamatan lapangan tidak selalu dapat menjangkau seluruh daerah yang akan dipetakan misalnya daerah dengan kondisi wilayah yang sulit dijangkau. Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan memanfaatkan data inderaja.

















BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sebagai penutup, untuk mengantisipasi bencana longsor yang mungkin terjadi maka mitigasi bencana longsor diperlukan salah satunya dengan pemetaan daerah-daerahyang rawan longsor dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Selain itu, kewaspadaan juga perlu ditingkatkan, mengingat bahwa pada bulan Desember hingga Februari peluang terjadinya cuaca ekstrem akibat depresi atau badai tropis di belahan bumi selatan akan meningkat sehingga peluang bencana di Jawa, Bali, dan NusaTenggara juga meningkat.








DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar